search...

Minggu, 13 Desember 2015

Makalah tentang Kebakaran Hutan Beserta Contohnya

Makalah Kebakaran Hutan
BAB I PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi karena manusia yang menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian. selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pengertian dan manfaat hutan di Indonesia 1.2.2 Kerusakan hutan dan penyebabnya yang terjadi di Indonesia 1.2.3 Kebakaran hutan dan jenis-jenisnya 1.2.4 Penyebab dan dampak kebakaran hutan 1.2.5 Pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan 1.2.6 Beberapa kasus kebakaran hutan 1.3 Tujuan 1.3.1 Mengetahui pengertian dan manfaat hutan di Indonesia 1.3.2 Mengetahui kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia dan penyebabnya 1.3.3 Mengetahui pengertian dan jenis-jenis kebakaran hutan 1.3.4 Mengetahui penyebab dan dampak kebakaran hutan 1.3.5 Mengetahui cara pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan 1.3.6 Mengetahui beberapa kasus kebakaan hutan
 BAB II PEMBAHASAN 
2.1 Pengertian Hutan
  Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama. Pemanfaatan sekaligus perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Menurut beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
 2.2 Hutan di Indonesia
  Luas hutan di Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau Jawa hanya sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung. Persebaran hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang luasnnya mencapai 89 juta hektar. Daerah-daerah hutan hujan tropis antara lain terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Irian. Hutan hujan tropis anggotanya tidak pernah menggugurkan daun, liananya berkayu, pohon-pohonnya lurus dapat mencapai rata-rata 30 meter.
2.3 Manfaat Hutan di Indonesia
2.3.1 Kekayaan Keanekaragaman Hayati yang Tinggi sebagai Paru-paru Dunia Jamur dan bakteri tersebut dapat membantu proses pembusukan pada hewan dan tumbuhan secara cepat. Dengan demikian hutan hujan tropika tidak saja ditandai dengan pertumbuhan yang baik tetapi juga tempat pembusukan yang baik. Keanekaragaman hayati ditandai dengan kekayaan spesies yang dapat mencapai sampai hampir 1.400 spesies, Brasil tercatat mempunyai 1.383 spesies. Di daerah tropika tumbuhan berkayu mempunyai dominasi yang lebih besar daripada daerah lainnya.
2.3.2 Hutan Sebagai Pengatur Aliran Air Penguapan air ke udara hingga terjadi kondensasi di atas tanah yang berhutan antara lain disebabkan oleh adanya air hujan, dengan ditahannya (intersepsi) air hujan tersbut oleh tajuk pohon yang terdiri dari lapisan daun, dan diuapkan kembali ke udara. Sebagian lagi menembus lapisan tajuk dan menetes serta mengalir melalui batang ke atas permukaan serasah di hutan.
 2.3.3 Pencegah Erosi dan Banjir Erosi dan banjir adalah akibat langsung dari pembukaan dan pengolahan tanah terutama di daerah yang mempunyai kemiringan permukaan bumi atau disebut juga kontur yang curam. Keduanya dapat bersumber dari kawasan hutan maupun dari luar kawasan hutan, misalnya perkebunan, tegalan, dan kebun milik rakyat.
2.3.4 Menjaga Kesuburan Tanah Kesuburan tanah sebagian besar dalam bentuk mineral, seperti unsur-unsur Ca, K, N, P, dan lainnya, disimpan pada bagian dari vegetasi yang ada di atas tanah, misalnya pada batang, dahan, ranting, daun, bunga, buah, dan lain-lain. Dengan demikian dengan adanya kerapatan hutan pada hutan tropika dapat menjaga kesuburan tanah.
2.4 Kerusakan Hutan di Indonesia
  Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun.Bahkan jika melihat data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (Hak Penguasaan Hutan). Dari total luas hutan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer. Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik per tahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta meter kubik meter per tahun. Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997. Deforestasi (kerusakan hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus).
 2.5 Kebakaran Hutan
 
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Selain itu, kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan,antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain. Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.
2. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.
3. Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.
2.6 Kebakaran dan Pembakaran
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya. Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Bahan bakar dan api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan pertanian dan perkebunan (Saharjo, 1999). Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara cermat dan hati-hati. Untuk menyelesaikan masalah ini maka manajemen penanggulangan bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil penelitian dan tidak lagi hanya mengandalkan dari terjemahan textbook atau pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di Indonesia (Saharjo, 2000).
2.7 Penyebab Kebakaran Hutan Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
2. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
3. Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.
4. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.
5. Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.
2.8 Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutantersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagikegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003). Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
2.9 Dampak Kebakaran Hutan
2.9.1 Dampak Kebakaran Hutan terhadap Lingkungan Biologis Yang dimaksud dengan lingkungan biologi yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan decomposer. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebakaran hutan khususnya terhadap lingkungan biologis antara lain sebagai berikut:
1. Terhadap flora dan fauna Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan. Selain itu, kebakaran hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti. Beberapa dampak kebakaran tehadap hewan dan tumbuhan antara lain sebagai berikut:
 – BANGSA BINATANG 
Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang yang akan kehilangan tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencarimakan. Dengan demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru setelah terjadinya kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan dapat mengalami kepunahan. Contoh dampak kebakaran hutan bagi beberapa hewan antara lain sebagai berikut:
• Geobin : seluruh daur hidupnya di dalam tubuh tanah (Ciliophora, Rhizopoda & Mastigophora, dll)
• Geofil : sebagian daur hidupnya di dalam tubuh tanah (serangga) – BANGSA TUMBUHAN Kehidupan tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat hidupnya. Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu. Contoh dampak kebakaran hutan terhadap tumbuhan adalah sebagai berikut:
 • Tumbuhan tingkat tinggi (akar pohon, semak atau rumput)
 • Tumbuhan tingkat rendah (bakteri, cendawan dan Ganggang) Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah
2. Terhadap keanekaragaman hayati Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.
3. Terhadap mikroorganisme Kebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme) tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan mikroorganisme tanah misalnya: mikorisa yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh. Selain itu, bakteri penambat (fiksasi) nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi ntrogen akan menurun. Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan serasah saat kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan membuat mikroorganisma mati, karena sebagian besar mikroorganisma tanah memiliki adaptasi suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu bertahan hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi menjadi terhenti.
3. Terhadap organisme dalam tanah Kebakaran hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap kematian populasi dan organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi yaitu merusak habitat dari organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran hutan menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika, kimia dan biologi tanah pada hutan dan hutan yang sudah dibuka pada daerah Buffer Zone dan Resort Sei Betung pada Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Yang dimulai pada bulan April hingga Mei 2011. Penelitian ini mengambil 12 titik sampel tanah sebagai bahan penelitian, yaitu 6 sampel pada hutan asli dan 6 sampel pada hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian. Metode yang digunakan adalah Survei Bebas tingkat survei semi detail dan analisis data kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkley and Black, hara Nitrogen total tanah dengan metode Kjeldhalterm, Tekstur tanah dengan metode Hidrometer, pH tanah dengan metode Elektrometri, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan metode Ekstraksi NH4OAc pH 7 serta nisbah C/N tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan organik digolongkan dalam 4 kriteria, yakni sangat rendah dan rendah (pada tanah hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan), sedang dan tinggi (pada tanah hutan alami). N-total tanah digolongkan dalam 3 kriteria, yakni rendah (pada tanah hutan alami), sedang dan tinggi (pada tanah hutan alami dan hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan). Rasio C/N tanah digolongkan dalam 4 kriteria, yakni sangat rendah (pada tanah hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan), rendah, sedang dan tinggi (pada tanah hutan alami). pH tanah digolongkan dalam 3 kriteria, yakni sangat masam, masam dan agak masam. Tekstur tanah lebih dominan lempung berpasir. Kapasitas Tukar Kation tanah digolongkan dalam 1 kriteria, yakni rendah (pada tanah hutan alami dan hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan)
2.9.2 Menteri Kesehatan RI, 2003 menyatakan bahwa kebakaran hutan menimbulkan polutan udara yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan manusia. Berbagai pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, misalnya : debu dengan ukuran partikel kecil (PM10 & PM2,5), gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain. Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan, sehingga dapat menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah. Gumpalan asap yang pedas akibat kebakaran yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998 meliputi wilayah Sumatra dan Kalimantan, juga Singapura dan sebagian dari Malaysia dan Thailand. Sekitar 75 juta orang terkena gangguan kesehatan yang disebabkan oleh asap. (Cifor,2001). Gambut yang terbakar di Indonesia melepas karbon lebih banyak ke atmosfir daripada yang dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun. Hal itu membuat Indonesia menjadi salah satu pencemar lingkungan terburuk di dunia pada periode tersebut (Applegate, G. dalam CIFOR, 2001). Dampak kebakaran hutan 1997/98 bagi ekosistem direvisi karena perubahan perhitungan luas kebakaran yang ditemukan. Taconi, 2003 menyebutkan bahwa kebakaran yang mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar 1,62-2,7 miliar dolar. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta dolar; biaya ini kemungkinan lebih tinggi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon menunjukkan bahwa kemungkinan biayanyamencapai2,8 miliar dolar.
2.10 Pencegahan Kebakaran Hutan di Indonesia
Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain. Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia. Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2008 ini. Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif. Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :
1. Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3 cara berikut:
• pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu maupun hasil prediksi.
• pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
• pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
 2. Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan. Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut : o analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
o pengolahan data hasil pengintaian petugas
3. Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat. Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya. Pembinaan merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran hutan. Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.
4. Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure). Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
• Metode pelaporan Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat.
• Peralatan Standar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.
• Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran hutan 5.
Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
 • Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan
 • Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
 • Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
 • Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
o Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status ketika akan terjadi kebakaran hutan
o Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan. Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :
1. Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
2. Pengembangan organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
3. Pengembangan sistem komunikasi Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yangberkaitan dengan kebakaran hutan
2.11 Penanggulan Kebakaran Hutan di Indonesia
Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang dimaktub tersebut antara lain:
1. Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga II.
2. Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan juga pihak swasta.
3. Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.
4. Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat. Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya pencegahan. Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari memanggulangi. Ada beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan khususnya yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti membuang punting rokok di wilayah yang kering, kegiatan pembukaan lahan dan juga api unggun yang lupa dimatikan. Upaya pencegahannya adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan hutan. Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah hutan dan memperluas area pertaniannya dengan membakar. Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi agar hal ini bisa dicegah. Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan. Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.
2.12 Beberapa Kasus Kebakaran Hutan yang Terjadi Didunia
2.12.1 Kebakaran Hutan di Riau
 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali menangkap seorang petani saat membersihkan lahan dengan cara membakar di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Penangkapan dilakukan saat BNPB melakukan patroli. “Kejadiannya beberapa hari lalu saat tim melakukan patroli udara dan darat,” kata Humas BNPB Agus Wibowo di Pekanbaru, Minggu (21/7) seperti dikutip Antara. Dia menjelaskan, pelaku yang teriindikasi sebagai petani pemilik lahan di Kabupaten Siak ini diamankan oleh tim pemantau yang terdiri atas pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), masyarakat dan Polri. “Sampai saat ini patroli masih terus berjalan dengan dikoordinir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau,” katanya Dengan tertangkapnya seorang pelaku pembakar hutan ini, maka total jumlah pembakar lahan perorangan ada sebanyak 25 orang. Saat ini Polda Riau juga tengah melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus dan 5 kasus penyidikan dengan tersangka 24 orang dan satu korporasi. Sebanyak 24 tersangka tersebut merupakan pelaku pembakar hutan maupun individu yang memang ingin memperluas lahan dengan menyuruh membakar hutan. Hingga saat ini dilaporkan situasi di Riau semakin kondusif meskipun pada peristiwa pembakaran hutan tersebut dua orang dicatat meninggal yang mana satu orang bahkan turut terbakar. Sementara untuk kasus pembakaran hutan yang melibatkan perusahaan perkebunan di Provinsi Riau masih ‘menggantung’. Sejauh ini Polda Riau belum juga menetapkan tersangka pada kasus yang terindikasi melibatkan sebuah perusahaan perkebunan, PT Adei Plantation (AP). Untuk memperkuat dugaan itu, Polda Riau berencana mengambil keterangan saksi ahli. Saksi ahli yang rencana didatangkan ada beberapa, di mana menurut informasi kepolisian saksi tersebut dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan akademisi. Polda Riau sebelumnya juga telah memeriksa sebanyak 16 saksi dari kalangan karyawan dan pejabat perusahaan diduga pembakar lahan.
2.12.2 Kebakaran Hutan di Sydney
 Langit di atas pelabuhan kota Sydney berubah menjadi memerah pada Kamis kemarin akibat kebakaran hutan di sebagian besar area di negara bagian New South Wales (NSW), Australia. Menurut laporan petugas pemadam kebakaran, terdapat hampir 100 titik api yang ada di Australia bagian tenggara itu. Kantor berita BBC, Kamis 17 Oktober 2013, melansir, sebanyak 200 rumah diperkirakan ikut terbakar dalam insiden tersebut. Jumlah itu masih dapat terus bertambah, karena petugas pemadam kebakaran hingga kini masih menghitung. Akibat kebakaran tersebut, satu orang dilaporkan tewas saat sedang berusaha melindungi rumahnya di Danau Munmorah di Central Coast agar tidak ikut terbakar. Korban tewas adalah pria berusia 63 tahun dan meregang nyawa akibat serangan jantung pada Kamis sore waktu setempat. Tiga pemadam kebakaran terluka. Dugaan sementara, kebakaran disebabkan suhu udara yang sangat panas dan angin kencang. Kendati suhu udara dan kecepatan angin sudah mulai menurun, namun kebakaran masih terus terjadi di pinggiran kota Sydney. Menurut laporan BBC, sekitar dua ribu petugas pemadam kebakaran dikerahkan ke seluruh negara bagian untuk mengendalikan si jago merah. Namun, masih banyak titik api yang di luar kendali mereka. Wakil Kepala Layanan Pemadam Kebakaran Pedesaan NSW, Rob Rogers, mengatakan ini merupakan kondisi kebakaran terparah yang pernah dia lihat dalam satu dekade terakhir. “Ada ribuan kilometer area yang terbakar api dan harus kami padamkan,” ujar Rogers. Hal serupa turut diperkuat kesaksian petugas pemadam kebakaran lainnya yang menyebut ketinggian api mencapai 20 hingga 30 meter. Perdana Menteri, Tony Abbott, yang mengetahui soal bencana ini, berkunjung ke daerah Blue Mountain, area terparah yang terkena bencana. Abbott mengaku salut terhadap upaya para petugas pemadam kebakaran. “Orang-orang ini adalah sosok yang pada hari biasa bersama-sama mendukung dan melindungi sesama warga Australia,” ungkap Abbott. Untuk sementara ini, api memang dapat dikendalikan, namun suhu panas diprediksi akan kembali melanda NSW mulai pekan depan. Menurut laporan Dailymail, kebakaran hutan kerap terjadi di Negeri Kangguru saat suhu udara tinggi. Aksi kebakaran terparah lainnya pernah terjadi di tahun 2009 silam yang menyebabkan 173 orang tewas dan melalap dua ribu rumah di Negara Bagian Victoria.
 2.12.3 Kebakaran Hutan di California
 Kebakaran hutan di California telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk 11 rumah, dan menghanguskan areal hutan seluas 155 kilometer persegi. Petugas pemadam kebakaran yang berjuang mengatasi kebakaran besar di negara bagian California yang telah menghanguskan hutan luas di salah satu taman nasional terkenal mengatakan mereka seharusnya akan memadamkan kebakaran itu sepenuhnya minggu ini. Dinas Kehutanan Amerika memperkirakan yang disebut Lingkar Kebakaran di Taman Nasional Yosemite dan sekitarnya akan dipadamkan 100 persen hari Jumat. Hingga Kamis tengah hari, kebakaran itu 84 persen dipadamkan dan telah menghanguskan 104.000 hektar lahan. Jay Millier, ekolog senior kebakaran hutan hari Kamis memberitahu Associated Press kebakaran besar itu telah membuat wilayah mirip permukaan bulan yang “dinuklir” di pegunungan Sierra Nevada yang lebih besar dari wilayah manapun yang pernah terbakar dalam ratusan tahun. Dia mengatakan tidak ada lagi yang tersisa di hampir 40 persen wilayah lokasi kebakaran kecuali lahan hangus. Pemerintah Amerika pekan lalu mengatakan Lingkar Api itu disebabkan oleh seorang pemburu yang tidak dapat mengendalikan api unggun ilegal yang dinyalakannya pada tanggal 17 Agustus. Dinas Kehutanan Amerika mengatakan belum ada orang yang ditahan dalam kasus itu. Kebakaran itu telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk 11 rumah, dan membuat area seluas 155 kilometer persegi dalam keadaan mati semuanya.

Makalah tentang Tsunami lengkap

Hai gan saya Ridwan Maulana untuk kali ini saya akan nge share makalah tentang bencana tsunami Lengkap,semoga bermanfaat and jangan lupa share ya!

Daftar Isi ................................................................................................................. 3
Bab I Pendahuluan....................................................................................................1.1
Latar Belakang ....................................................................................................4 1.2
Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
Bab II Pembahasan 2.1 Pengertian Tsunami ......................................................... 5 2.2
Penyebab Tsunami .............................................................................................5 2.2. 1
Gempa Bumi yang berpusat di bawah laut ............................... .........................5 2.2. 2
Letusan gunung berapi ........................................................................................6 2.2. 3
Longsor bawah laut ........................................................................................... 6 2.2. 4
Hantaman Meteor di laut ......................................................................................6 2.3
Gejala Tsunami ................................................................................................... 6 2.4
Sistem Peringatan Dini …………………………………………………........….. 7 2.5
Rambatan Tsunami ............................................................................................. 8 2.6
Karakteristik Tsunami ......................................................................................... 9 2.7
Skema Terjadinya Tsunami.................................................................................. 9 2.8
Dampak Tsunami ................................................................................................ 10 2.9
Mitigasi Tsunami ................................................................................................... 11 2.8. 1
Penilaian Bahaya (Hazard Assesment) ................................................................... 12 2.8. 2
Peringatan (Warning) ..........................................................................................14 2.8. 3
Persiapan ............................................................................................................. 12 2.8. 4
Penelitian ............................................................................................................... 14 2.10
Menghadapi Tsunami ............................................................................................ 17 2.9. 1
Persiapan Menghadapi Tsunami .............................................................................. 17 2.9. 2
Cara Penanggulangan Tsunami ................................................................................. 17 2.9. 3
Upaya Penyelamatan Diri saat Tsunami ..................................................................... 18 2.11
Data Historis Tsunami ................................................................................................ 19
Bab III Penutup 3. 1 Kesimpulan ............................................................................... 21 3. 2
Saran ...................................................................................................................... 21 3. 3
Penutup ................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 22  
BAB I PENDAHULUAN 1.1 
 Latar Belakang
  Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah lain. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami. Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".
 1.2 Rumusan Masalah
 a. Apa yang di maksud dengan tsunami?
 b. Apa penyebab dari bencana tsunami?
 c. Gejala apa saja yang muncul sebelum tsunami terjadi?
 d. Bagaimana poses terjadinya tsunami?
 e. Apa akibat dari bencana tsunami?
 f. Bagaimana upaya untuk pencegahan serta penanggulangan tsunami?
 g. Dimana saja kawasan yang pernah terjadi bencana tsunami?  
Bab II Pembahasan
 2.1 Pengertian Tsunami
 Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut. Di laut dengan kedalaman7000 m misalnya, kecepatannya bisa mencapai 942,9 km/jam. Kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan pesawat jet. Namun demikian tinggi gelombangnya di tengah laut tidak lebihdari 60 cm. Akibatnya kapal-kapal yang sedang berlayar diatasnya jarang merasakan adanya tsunami. Berbeda dengan gelombang laut biasa, tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih dari 100 km di laut lepas dan selisih waktu antara puncak-puncak gelombangnya berkisar antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai yang dangkal, teluk,atau muara sungai gelombang ini menurun kecepatannya, namun tinggi gelombangnya meningkat puluhan meter dan bersifat merusak.
 2.2 Penyebab tsunami Tsunami tidak akan terjadi jika tidak ada faktor pemicu. Faktor penyebab terjadinya tsunami ini adalah:
 2.2.1 Gempa bumi yang berpusat di bawah laut
  Meskipun demikian, tidak semua gempa bumi dibawah laut berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dasar laut dapat menjadi pernyebab terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut: • Gempa bumi yang terjadi di dasar laut. • Pusat gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut. • Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR. • Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau turun). Tsunami yang ditimbulkan oleh gempabumi biasanya menimbulkan gelombang yang cukup besar, tergantung dari kekuatan gempanya dan besarnya area patahan yang terjadi. Tsunami dapat dihasilkan oleh gangguan apapun yang dengan cepat memindahkan suatu massa air yang sangat besar, seperti suatu gempabumi, letusan vulkanik, batu bintang/meteor atau tanah longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang paling umum terjadi adalah dari gempabumi di bawah permukaan laut. Gempabumi kecil bisa saja menciptakan tsunami akibat dari adanya longsor di bawah permukaan laut/lantai samudera yang mampu untuk membangkitkan tsunami. Tsunami dapat terbentuk manakala lantai samudera berubah bentuk secara vertikal dan memindahkan air yang berada di atasnya. Dengan adanya pergerakan secara vertical dari kulit bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng yang disebut subduksi. Gempa bumi di daerah subduksi ini biasanya sangat efektif untuk menghasilkan gelombang tsunami dimana lempeng samudera slip di bawah lempeng kontinen, proses ini disebut juga dengan subduksi.
 2.2.2 Letusan Gunung Berapi
  Letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya gempa vulkanik (gempa akibat letusan gunung berapi). Tsunami besar yang terjadi padatahun 1883 adalah akibat meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda. Meletusnya Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat padatanggal 10-11 April 1815 juga memicu terjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan yang beradadi wilayah ring of fire (sabuk berapi) dunia tentu harus mewaspadai ancaman ini.
 2.2.3 Longsor bawah laut.
  Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan antara lempeng samudera dan lempeng benua. Proses ini mengakibatkan terjadinya palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran bawah laut ini dikenal dengan nama tsunamic submarine landslide. 2.2.4 Hantaman Meteor di Laut
  Jatuhnya meteor berukuran besar di laut juga merupakan penyebab terjadinya tsunami.
 2.3 Gejala Tsunami
 • Diawali dengan gempa bumi.
 • Air laut tiba-tiba surut
 • Bau garam menyengat
 • Langit tampak berwarna hitam
 • Terjadi ledakan yang dahsyat
 2.4 Sistem Peringatan Dini
 Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang terknoneksi dengansatelit. Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965. Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas. Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat. Sistem peringatan dini di Indonesia Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS). Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi. Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen:
 1. Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko,
 2. Peramalan,
 3. Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut),
 4. Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
 Cara Kerja Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat. Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id). Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.
 2.5 Rambatan Tsunami Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman laut. Di laut dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500 – 1000km per jam atau setara dengan kecepatan pesawat terbang namun ketinggiangelombangnya hanya sekitar 1 meter.Ketika gelombang tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan rambatnya hanya sekitar 30 km per jam, namun ketinggian gelombangnya bisa mencapai puluhan meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang berlayar di laut dalam tak menyadari adanya tsunami. kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh tsunami.
 2.6 Karakteristik Tsunami
 a. Kecepatan Tsunami Secara empiris, kecepatan tsunami tergantung pada kedalaman laut dan percepatan gravitasi di tempat tersebut. Untuk di laut dalam, kecepatan tsunami bisa setara dengan kecepatan pesawat jet, yaitu sekitar 800 km/jam. Semakin dangkal lautnya, kecepatan tsunami semakin berkurang, yaitu berkisar antara 2 – 5 km/jam.
 b. Ketinggian Tsunami Ketinggian gelombang Tsunami berbanding terbalik dengan kecepatanya. Artinya, jika kecapatan tsunami besar, tetapi ketinggian gelombang tsunami hanya beberapa puluh centimeter saja. Sebaliknya untuk di daerah pantai, kecepatan tsunaminya kecil, sedangkan ketinggian gelombangnya cukup tinggi, bisa mencapai puluhan meter. Ketinggian tsunami di pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah bentuk pantainya. Ada 2 (dua) bentuk pantai yaitu :
 1. Pantainya terjal Bentuk pantai seperti ini mengakibatkan bagian utama dari energi tsunami dipantulkan oleh slope (pembatas). Sehingga pemantulannya secara utuh mengikuti periode tsunami, tanpa pecah. Tinggi gelombang yang gelombang yang dihasilkan antara 1 – 2 meter.
 2. Pantainya Landai Bentuk pantai ini mengakibtkan energi tsunami akan dinaikkan oleh pantai, disini berlaku prinsip dasar energi, yakni energi selalu konstan. Sehingga jika kecepatannya berkurang maka amplitudonya besar, panjang gelombangnya berkurang dan mengakibatkan pecahnya gelombang. Hal inilah yang mengakibatkan tinggi gelombang tsunami bisa mencapai puluhan meter.
 2.7 Skema Terjadinya Tsunami Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau. Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
 2.8 Dampak Tsunami
 Dampak Positif dari bencana tsunami :
1. Bencana alam merenggut banyak korban, sehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka luas bagi yang masih hidup
2. Kegunaan secara Psikologis: Menjalin kerjasama dan bahu- membahu untuk menolong korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling membutuhkan satu sama lain.
3. Kita bisa mengetahui samapai dimanakah konstruksi bangunan kita serta kelemahannya, dan kita dapat melakukan inovasi baru untuk penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi dengan konstruksi yang lebih baik.
 Dampak Negatif dari bencana tsunami
1. Merusak apa saja yang dilaluinya. bangunan, tumbuh-tumbuhan dan dan mengakibatkan korban jiwa manusia, serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
2. Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban, sehingga sulit mencari lagi tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaannya.
3. Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana, karena faktor dana yang besar.
4. menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana yang kehilangan harta benda. 
2.9 Mitigasi Tsunami Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu. Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut: 1) penilaian bahaya (hazard assessment), 2) peringatan (warning), dan 3) persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).
 2.9.1 Penilaian Bahaya (Hazard Assessment) Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah penilaian bahaya. Untuk setiap komunitas pesisir, penilaian bahaya tsunami diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, dan tingkat ancaman (level of risk). Penilaian ini membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik sumber tsunami, probabilitas kejadian, karakteristik tsunami dan karakteristik morfologi dasar laut dan garis pantai. Untuk beberapa komunitas, data dari tsunami yang pernah terjadi dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor tersebut. Untuk komunitas yang tidak atau hanya sedikit memiliki data dari masa lalu, model numerik tsunami dapat memberikan perkiraan. Tahapan ini umumnya menghasilkan peta potensi bahaya tsunami, yang sangat penting untuk memotivasi dan merancang kedua unsur mitigasi lainnya, peringatan dan persiapan.
 1. Data rekaman tsunami (Historical tsunami data) Rekaman data umumnya tersedia dalam banyak bentuk dan di banyak tempat. Format yang ada mencakup publikasi dan katalog manuskrip, laporan penyelidikan lapangan, pengalaman pribadi, berita koran, rekaman film dan video. Salah satu instansi riset penyimpan data terbesar adalah International Tsunami Information Center di Honolulu, Hawaii.
 2. Data paleotsunami Penelitian paleotsunami juga dapat dilakukan pada endapan tsunami di daerah pesisir dan bukti-bukti lainnya yang terkait dengan pergeseran sesar penyebab gempabumi tsunamigenik. 
 3. Penyelidikan pasca tsunami Survey penyelidikian pasca tsunami dilakukan mengikuti suatu peristiwa tsunami yang baru terjadi untuk mengukur batas inundasi dan merekam keterangan saksi mata mengenai jumlah gelombang, waktu kedatangan gelombang, dan gelombang mana yang terbesar.
 4. Pemodelan numerik Seringkali karena rekaman data minimal, satu-satunya jalan untuk menentukan daerah potensi bahaya adalah menggunakan pemodelan numerik. Model dapat dimulai dari skenario terburuk. Informasi ini kemudian menjadi dasar pembuatan peta evakuasi tsunami dan prosedurnya. 
2.9.2 Peringatan (warning) Unsur kunci kedua untuk mitigasi tsunami yang efektif adalah suatu sistem peringatan untuk memberi peringatan kepada komunitas pesisir tentang bahaya tsunami yang tengah mengancam. Sistem peringatan didasarkan kepada data gempabumi sebagai peringatan dini, dan data perubahan muka airlaut untuk konfirmasi dan pengawasan tsunami. Sistem peringatan juga mengandalkan berbagai saluran komunikasi untuk menerima data seismik dan perubahan muka airlaut, dan untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang. Pusat peringatan (warning center) haruslah:
 1) cepat – memberikan peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami potensial terjadi,
 2) tepat – menyampaikan pesan tentang tsunami yang berbahaya seraya mengurangi peringatan yang keliru, dan
 3) dipercaya – bahwa sistem bekerja terus-menerus, dan pesan mereka disampaikan dan diterima secara langsung dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
 1. Data Sistem peringatan membutuhkan data seismik dan muka airlaut setiap saat secara cepat (real atau near-real time). Sistem ini juga membutuhkan rekaman data gempabumi dan tsunami yang pernah terjadi. Kedua jenis data tersebut dipergunakan untuk dapat secara cepat mendeteksi dan melokalisasi gempabumi tsunamigenik potensial, untuk mengkonfirmasi apakah tsunami telah terbentuk, dan untuk memperkirakan dampak potensial terhadap daerah pesisir yang menjadi tanggungjawabnya.
 1.1 Data seismic Sinyal seismik – getaran dari gempabumi yang bergerak secara cepat melalui kulit bumi – dipergunakan oleh pusat peringatan untuk mendeteksi terjadinya gempabumi, dan kemudian untuk menentukan lokasi dan skalanya. Berdasarkan informasi tersebut, statistik likelihood tsunami yang terbentuk dapat diperkirakan secara cepat, dan peringatan dini atau informasi yang sesuai dapat dikeluarkan. Seismometer standard periode pendek (0.5-2 sec/cycle) dan periode panjang (18-22 sec/cycle) menghasilkan data untuk menentukan lokasi dan skala gempabumi. Seismometer skala luas — broadband seismometers (0.01-100 sec/cycle) dapat pula dipergunakan untuk kedua tujuan diatas dan juga untuk penghitungan momen seismik yang sangat berguna untuk menyempurnakan analisis data yang dilakukan. 
1.2 Data muka air laut Pengukur variasi muka laut (water-level gauges) adalah instrumen yang sangat penting dalam sistem peringatan tsunami. Mereka dipergunakan untuk konfirmasi secara cepat tentang kehadiran atau tidaknya suatu tsunami mengikuti peristiwa gempabumi, untuk mengamati perkembangan tsunami, untuk membantu estimasi tingkat bahaya, dan menyediakan alasan untuk memutuskan bahaya telah berlalu. Gauges kadangkala merupakan satu-satunya cara untuk mendeteksi tsunami ketika data seismik tidak mendukung, atau bila tsunami bukan disebabkan oleh gempabumi. Untuk bisa memberikan peringatan secara efektif, gauges perlu diletakkan di dekat sumber tsunami sehingga konfirmasi secara cepat diperoleh, apakah tsunami telah terbentuk atau tidak, dan perkiraan awal mengenai ukuran tsunami. Mereka harus pula diletakkan diantara sumber dan daerah pesisir yang terancam untuk memonitor perkembangannya dan membantu memprediksi dampaknya. Untuk tsunami lokal, gauges dibutuhkan di sepanjang garis pantai untuk memperoleh konfirmasi tercepat dan untuk evaluasi.
 1.3 Data rekaman tsunami dan gempa bumi Pusat peringatan membutuhkan akses cepat kepada data rekaman tsunami dan gempabumi untuk membantu memperkirakan apakah suatu gempabumi dari suatu lokasi dapat menyebabkan tsunami, dan apakah tsunami tersebut berbahaya bagi daerah tanggung jawab mereka. Sebagai contoh, adalah sangat berguna untuk mengetahui bila zona subduksi pada suatu daerah pernah mengalami gempabumi berskala 8 tetapi tidak pernah menghasilkan tsunami. Juga sangat berguna untuk mengetahui karakteristik rekaman data muka airlaut untuk tsunami yang berbahaya dan yang tidak berbahaya pada suatu daerah.
 1.4 Data model numeric Dewasa ini, pusat peringatan mulai mempergunakan data dari model numerik untuk memberikan panduan dalam prediksi tingkat bahaya tsunami berdasarkan parameter gempabumi dan data muka airlaut tertentu.
 1.5 Data lainnya Jenis data lainnya yang diperlukan oleh pusat peringatan adalah seperti data letusan gunungapi atau tanah longsor yang terjadi di dekat tubuh airlaut.
 2. Komunikasi Sistem peringatan tsunami membutuhkan komunikasi yang unik dan ekstensif. Data seismik dan perubahan muka airlaut harus dikirim dari lokasi secara cepat dan dapat dipercaya oleh penerima. 
2.1 Akses data real time Data seismik dan perubahan muka airlaut supaya berguna haruslah dapat diterima secara cepat real atau very near real time. Banyak teknik komunikasi yang bisa dipergunakan, seperti radio VHF, gelombang mikro, transmisi satelit.
2.2 Penyebaran pesan Penyampaian pesan kepada para pengguna juga sama pentingnya sebagaimana mendapatkan data secara real time. Penyampaian pesan dapat secara cepat dilakukan melalui Global Telecommunications System (GTS) atau Aeronautical Fixed Telecommunications Network (AFTN). Pesan dapat pula disampaikan secara konvensional melalui e-mail, telpon atau fax.
2.9.3 Persiapan Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya dan peringatan. Persiapan yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkina terkena bahaya (peta inundasi tsunami) dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus mengevakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tanpa kedua pengetahuan akan muncul kemungkinan kegagalan mitigasi bahaya tsunami. Tingkat kepedulian publik dan pemahamannya terhadap tsunami juga sangat penting. Jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas vital masyarakat seperti sekolah, kantor polisi dan pemadam kebakaran, rumah sakit berada diluar zona bahaya. Usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang tahan terhadap tsunami, melindungi bangunan yang telah ada dan menciptakan breakwater penghalang tsunami juga termasuk bagian dari persiapan.
 1. Evakuasi Rencana evakuasi dan prosedurnya umumnya dikembangkan untuk tingkat lokal, karena rencana ini membutuhkan pengetahuan detil tentang populasi dan fasilitas yang terancam bahaya, dan potensi lokal yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah. Tsunami lokal hampir tidak menyediakan waktu yang cukup untuk peringatan formal dan disertai gempabumi, sementara tsunami distan mungkin memberi waktu beberapa jam untuk persiapan sebelum gelombang yang pertama tiba. Sehingga persiapan evakuasi dan prosedurnya harus disiapkan untuk kedua skenario tersebut.
1.1 Evakuasi untuk tsunami local Ketika tsunami lokal terjadi, satu-satunya tanda yang ada mungkin hanyalah goncangan gempabumi, atau suatu kondisi yang tidak biasa pada tubuh airlaut. Masyarakat harus mampu mengenali tanda-tanda bahaya tersebut, kemudian pindah segera dan secepatnya kearah darat atau ke arah dataran tinggi karena gelombang tsunami dapat menghantam dalam hitungan menit. Para pengungsi juga menghadapi bahaya yang disebabkan oleh gempabumi seperti tanah longsor, runtuhnya bangunan dan jembatan yang mungkin menghambat usaha mereka dalam menyelamatkan diri. Untuk itu diperlukan sekali kepedulian publik dan pendidikan tentang tsunami dan kemungkinan bahaya yang mengikuti. Hal ini juga membutuhkan perencanaan resmi tentang zona bahaya dan rute evakuasi yang aman. Kunci utama untuk memotivasi pendidikan publik adalah pemahaman tentang bahaya tsunami dan dimana kemungkinan banjir tsunami tersebut terjadi.
 1.2 Evakuasi untuk tsunami distan Pada kasus tsunami distan, pihak yang berwenang masih memiliki waktu yang cukup untuk mengorganisir evakuasi. Mengikuti peringatan dari pusat peringatan bahwa tsunami telah terbentuk dan waktu kedatangan gelombang pertama telah diketahui, pihak yang berwenang membuat keputusan tentang apakah evakusi diperlukan. Keputusan ini didasarkan kepada data rekaman atau model tentang ancaman dari sumber tsunami dan panduan lebih lanjut dari pusat peringatan tentang pergerakan tsunami. Masyarakat diinformasikan tentang bahaya yang mengancam, dan diinstruksikan tentang bagaimana, kemana, dan kapan harus mengungsi. Badan-badan pelayanan masyarakat seperti polisi, pemadam kebakaran dan tentara, difungsikan untuk membantu kelancaran pengungsian. Zona evakuasi dan rute pengungsian harus ditentukan secara aman, masyarakat harus cukup diberi pengarahan tentang bahaya tsunami dan prosedur evakuasi, sehingga mereka tidak tetap berada di tempat tinggal ketika tsunami datang atau telah kembali ketika ancaman masih belum berakhir. Evakuasi yang tidak perlu harus dikurangi untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem.
 2. Pendidikan Mitigasi tsunami harus mengandung rencana untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan oleh masyarakat luas, pemerintah lokal, dan para pembuat kebijakan tentang sifat-sifat tsunami, kerusakan dan bahaya yang disebabkan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi bahaya.
 2.1 Pendidikan publik Pendidikan publik yang dilaksanakan akan efektif bila ikut memperhitungkan bahasa dan budaya lokal, ada-istiadat, praktek keagamaan, hubungan masyarakat dengan kekuasaan, dan pengalaman tsunami masa lalu.
 2.2 Pendidikan untuk para operator sistem peringatan, manager bencana alam, dan pembuat kebijakan. Operator sistem peringatan, manager bencana alam, dan pembuat kebijakan harus memenuhi suatu tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap bahaya tsunami. Sebab tsunami, baik lokal maupun distan, jarang terjadi pada suatu daerah tertentu, sehingga orang-orang kunci tersebut tidak memiliki pengalaman probadi terhadap fenomena yang menjadi dasar keputusan menyangkut persiapan atau tindakan yang harus dilakukan ketika bahaya tersebut menimpa.
 3. Tata guna lahan Sebagai konsekuensi pertumbuhan penduduk global, daerah pesisir yang rawan tsunami berkembang dengan cepat. Karena tidak mungkin untuk menghentikan pembangunan, sebaiknya dilakukan pencegahan pembangunan fasilitas umum pada zona rawan bencana tsunami, seperti sekolah, polisi, pemadam kebakaran dan rumah sakit yang memiliki arti penting bagi populasi ketika bahaya sewaktu-waktu terjadi. Sebagai tambahan, hotel dan penginapan juga perlu ditempatkan pada lokasi yang sesuai dengan prosedur evakuasi untuk memberikan keamanan kepada para tamunya.
 4. Keteknikan Keteknikan dapat membantu mitigasi tsunami. Bangunan dapat diperkuat sehingga tahan terhadap tekanan gelombang dan arus yang kuat. Fondasi struktur dapat dikonstruksikan menahan erosi dan penggerusan oleh arus. Lantai dasar suatu bangunan dapat dibuat terbuka sehingga mampu membiarkan airlaut melintas, hal ini menolong mengurangi sifat penggerusan arus pada fondasi. Bagian penting dari suatu bangunan seperti generator cadangan, motor elevator dapat ditempatkan pada lantai yang tidak terkena banjir. Benda-benda berat berbahaya seperti tanki yang dapat hanyut terbawa banjir sebaiknya ditanamkan ke tanah. Sistem transportasi dikonstruksikan atau dimodifikasi sehingga mampu memfasilitasi evakuasi massal secara cepat keluar dari daerah bahaya. Beberapa struktur penahan gelombang laut seperti seawall, sea dikes, breakwaters, river gates, juga mampu menahan atau mengurangi tekanan tsunami.
 2.9.4 Penelitian Meskipun tidak terkait langsung dengan aktivitas mitigasi, penelitian yang terkait dengan tsunami sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas mitigasi. Riset yang menyelidiki bukti-bukti paleotsunami, mengembangkan database, kuantifikasi dampak bahaya tsunami, atau pemodelan numerik dapat meningkatkan tingkat akurasi penilaian bahaya. Penelitian juga mampu meningkatkan cara pendidikan publik sehingga tingkat kepedulian masyarakat akan bahya tsunami meningkat. Penelitian juga memberikan panduan perencanaan tata ruang dalam zona inundasi potensial.
 2.10 Menghadapi Tsunami
 2.10.1 Persiapan Menghadapi Tsunami
 • Mengetahui pusat informasi bencana, seperti Posko Bencana, Palang Merah Indonesia, Tim SAR. Kenali areal rumah, sekolah, tempat kerja, atau tempat lain yang beresiko. Mengetahui wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang beresiko terkena Tsunami.
• Jika melakukan perjalanan ke wilayah rawan Tsunami, kenali hotel, motel, dan carilah pusat pengungsian. Adalah penting mengetahui rute jalan keluar yang ditunjuk setelah peringatan dikeluarkan.
• Siapkan kotak Persediaan Pengungsian dalam suatu tempat yang mudah dibawa (ransel punggung), di dekat pintu.
• Siapkan peersediaan makanan dan air minum untuk pengungsian.
• Siapkan selalu peralatan P3K lengkap.
• Membawa barang secukupnya saja untuk keperluan pengungsian.
• Segera mengungsi setelah ada pemberitahuan dari pihak yang berwenang atas penyebaran informasi tentang tsunami. • Jika hanya ada sedikit waktu sebelum datang tsunami,segera mencari pintu dan mencari jalan keluar dari rumah atau gedung dengan segera.
• Carilah tempat yang tinggi dan aman dari gelombang tsunami,atau mengikuti rute dan tempat yang suah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
• Utamakan keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada tempat Anda berada,bila ingin menyelamatkan harta benda carilah yang mudah dan ringan dibawa.
• Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi ke tempat evakuasi. Jika bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk pergi bersama-sama.
• Jika tsunami terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan, cepat keluar dan cari tempat yang tinggi dan aman.
• Setelah Terjadi Tsunami, Periksa kesediaan makanan. Makanan apapun yang terkena air mungkin sudah tercemar dan harus dibuang.
• Memberikan bantuan kepada korban luka-luka. Berikan bantuan P3K dan panggil bantuan. Jangan pindahkan orang yang terluka, kecuali yang luka serius.
• Segera membangun tenda pengungsian apabila keadaan untuk kembali ke rumah tidak memungkinkan.
• Pastikan keadaan sudah aman dan tidak terjadi tsunami susulan sebelum kembali ke rumah.Bila keadaan rumah tidak memungkinkan untuk ditempati carilah tempat tinggal yang bisa ditempati atau kembali ke tempat pengungsian. 2.10.2 Cara penanggulangan Tsunami Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana tsunami adalah :
• Melaksanakan evakuasi secara intensif.
• Melaksanakan pengelolaan pengungsi.
• Melakukan terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan jenazah.
• Membuka dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta pendistribusian
• logistik yang diperlukan.
• Membuka dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau kota.
• Melakukan pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan lumpur.
• Menggunakan dana pemerintah untuk penanggulangan bencana dan gunakan pula dengan • tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
• Menyambut dengan baik dan libatkan unsur civil society.
2.10.3 Upaya Penyelamatan diri saat terjadi Tsunami
 • Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.
• Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat pantaisurut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yangtinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
• Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut.
• Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerahyang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
• Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat pantaisurut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yangtinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
• Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut.
• Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerahyang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
• Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.
 2.11 Data Historis Tsunami
 • 1 November 1755, setelah gempa bumi kolosal menghancurkan Lisbon, Portugal dan pegunungan di Eropa, orang menyelamatkan diri dengan menggunakan perahu. Namun Tsunami akhirnya menyusul. Peristiwa mengerikan secara bersamaan tersebut membunuh lebih dari 60 ribu orang.

• 27 Agustus 1883, letusan gunung Krakatau memicu terjadinya tsunami yang menenggelamkan 36 ribu orang Indonesia yang berada di pulau Jawa bagian barat dan utara Sumatera. Kekuatan gelombang mendorong 600 ton blok terumbu karang menuju tepi pantai bersama dengan arus tsunami yang besar.

• 15 Juni 1896, gelombang setinggi 30 meter, disebabkan oleh gempa bumi menyapu pantai timur Jepang. Sebanyak 27 ribu orang menjadi korban.

• 1 April 1946, tsunami April Fool, dipicu sebuah gempa yang terjadi di Alaska, membunuh 159 orang, dan kebanyakan berada di kepulauan Hawaii.

• 9 Juli 1958, diingat sebagai tsunami terbesar yang pernah dicatat oleh masa modern, Gempa di Teluk Lituya Alaska disebabkan oleh tanah longsor yang awalnya dipicu oleh gempa bumi berskala 8,3 skala richter. Gelombang sangat tinggi, tetapi karena wilayah tersebut relatif terisolasi dan kondisi geologinya unik maka tsunami tidak menyebabkan banyak kerusakan. Tapi hanya menenggelamkan satu perahu dan membunuh dua orang

• 22 Mei 1960, salah satu gempa besar yang tercatat manusia terjadi di Chile sebesar 8,6 skala richter, menciptakan tsunami yang menerjang pantai Chile dalam waktu kurang dari 15 menit. Gelombang setinggi 25 meter membunuh 1500 orang di Chile dan Hawaii,menjadi tsunami yang cukup besar.

• 27 Maret 1964, dikenal sebagai gempa bumi Good Friday Alaska, dengan kekuatan sekitar 8,4 skala richter menggulung dengan kecepatan 400 mil per jam tsunami di Valdez Inlet dengan ketinggian 6,7 meter, membunuh lebih dari 120 orang.Sepuluh orang yang menjadi korban di kota Crescent, di utara California, yang sempat menyaksikan gelombang setinggi 6,3 meter

• 23 Agustus 1976, sebuah tsunami di barat daya Filipina membunuh 8 ribu korban jiwa akibat gempa bumi yang terjadi 30 menit setelah adanya gempa.

• 17 Juli 1998, sebuah gempa berkekuatan 7,1 skala richter menyebabkan tsunami di Papua Nugini yang membunuh 2200 orang dengan sangat cepat.

• 26 Desember 2004, gempa kolosal dengan kekuatan 9,1 dan 9,3 skala richter setinggi 3,5 meter mengguncang Indonesia dan membunuh 230 ribu jiwa, sebagian besar karena tsunami. Gempa tersebut dinamakan sebagai gempa Sumatera-Andaman dan tsunami yang terjadi kemudian dikenal sebagai tsunami lautan Hindia. Gelombang yang terjadi menimpa banyak belahan dunia lain, sejauh hingga Nova Scotia dan Peru.

• 2006 – 17 Juli, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan pulau Jawa, Indonesia, dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang. Dan berasal dari selatan kota Ciamis

• 2007 – 12 September, Bengkulu, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4 m.

• 2010 – 27 Februari, Santiago, Chili,yang memakan korban jiwa yang tidak sedikit.

• 11 maret 2011, Gempa bumi berkekuatan 8,9 skala Richter pada kedalaman 24,4 kilometer di sebelah pantai timur Honshu, Jepang, pada 11 Maret 2011 pukul 12.46 WIB atau 14.46 waktu setempat, tercatat sebagai gempa bumi terbesar ketujuh di dunia.
 Bab III Penutup 
 3. 1 Kesimpulan Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi, tanah longsor, meteor atau letusan gunung berapi yang terjadi di laut. Terjadinya Tsunami diakibatkan oleh adanya gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air meluap ke daratan, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dampak Tsunami sebagian besar mengakibatkan kerusakan parah dan banyak menelan korban jiwa dan harta benda sehingga perlu adanya upaya untuk menghadapi tsunami baik dalam keadaan waspada,persiapan,saat terjadi tsunami dan setelah terjadi tsunami. Ada pula berbagai macam cara untuk menanggulangi bencana tsunami.
 3. 2 Saran Untuk mengantisipasi datangnya tsunami yang sampai saat ini belum bisa diprediksikan dengan tepat kapan dan dimana akan terjadi maka dapat dilakukan beberapa langkah sebagai berikut : Selalu waspada dan memantau dengan aktif informasi tentang bahaya tsunami dari pihak yang berwenang terhadap adanya potensi tsunami terutama penduduk yang bermukim didekat pantai.Menentukan tempat-tempat berlindung yang tinggi dan aman jika terjadi tsunami. Menyediakan persediaan makanan dan air minum untuk keperluan darurat dan pengungsian. Menyiapkan tas ransel yang berisi (atau dapat diisi) barang-barang yang sangat dibutuhkan di tempat pengungsian seperti perlengkapan P3K atau obat-obatan.
3. 3 Penutup Demikianlah makalah ini kami buat dengan yang sebenar-benarnya. Ucapan terima kasih tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan kepada kami sehingga terlaksananya pembuatan makalah dan presentasi ini. Serta kepada teman-teman yang ikut membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami selaku anggota kelompok memohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kessalahan serta kekurangan dalam makalah ini. Selain untuk memenuhi tugas Pendidikan Lingkungan Hidup, Semoga makalah ini dapat menjadi acuan, pertimbangan, serta motivasi dan koreksi bagi kegiatan selanjutnya.  

Daftar Pustaka • http://psb-psma.org/ • http://ariatmancool.blogspot.com/2010/11/makalah-tentang-tsunami.html • http://cahyocenok.blogspot.com/2012/11/makalah-tentang-tsunami.html • http://alhiedjamal.wordpress.com/2012/11/05/makalah-tsunami/ • http://makalahtsunami.blogspot.com/ • http://id.wikipedia.org/wiki/Tsunami/ • http://ismorosiyadi.blogspot.com/2011/11/artikel-tsunami.html/ • http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=13675.0/ • http://www.anneahira.com/proses-tsunami.htm/ • http://harytami3.wordpress.com/2009/03/05/tsunami-penyebab-dan-akibatnya/ • http://www.anneahira.com/penyebab-terjadinya-tsunami.htm • http://dwiwidiyastoto.blogspot.com/2010/03/penyebab-dan-cara-penanggulangan.html • http://community.um.ac.id/showthread.php?53079-Mekanisme-Tsunami • http://gugling.com/kenali-ciri-ciri-tsunami.html/ • http://www.pu.go.id/publik/ind/produk/info_peta/rwnbanjir/bencana2006/00gempatsunami15562006.htm • http://putunaghbali.blogspot.com/2012/04/dampak-positif-dan-dampak-negatif-dari.html?m=1

Cara membuat Tape Ketan Hitam

Cara membuat Tape Ketan Hitam 
Tape Ketan hitam adalah jenis olahan makanan tradisional yang hingga kini masih banyak digemari.Sebut saja eskrim dan aneka jenis kue-kue yang masih banyak memanfaatkan rasa dari tape ketan hitam. Tape ketan hitam pada masyarakat jawa biasanya dihidangkan dengan cara dibungkus daun pisang umumnya masyarakat jawa.Namun bagaimana cara menghidangkan itu sesuai selera, misalnya anda bisa mencampurnya dengan es atau lainnya. Daam mempraktekan resep membuat tape ketan hitam ini secara benar dan berhati hati, agar hasilnya sempurna sesuai yang kita inginkan.Jika ada kesalahan sedikit saja,tape ketan tidak akan jadi atau memiliki rasa yang kurang enak.Bisa terlalu lembek dan berasa sangat asam dan pahit.Yang penting diperhatikan juga adalah beras ketannya, pilih kualitas yang baik.Beras ketan yang baik biasanya kelihatan lebih berisi dan lebih jernih.
Sediakan bahan :
• 500 Gram beras ketan hitam.
 
• 2 gelas air
 
• 2 butir ragi tape
 
• 2 sdm gula halus (hanya jika perlu saja)
 
Cara Membuatnya:
1. Cucilah beras ketan hitam sampai bersih,setelah selesai beras ketan hitam harus direndam semalaman agar lembek.Karena beras tape ketan hitam tergolong keras,biar lebih cepat prosesnya.
 2. Jika sudah direndam esoknya,Tiriskan lalu kukus hingga setengah matang.Kalau sulit bisa dimasak dengan sedikit air,kira kira hanya sampai setengah matang lalu dikukus.
3. Sementara kamu mengukus beras ketan hitam tadi,siapkanlah air panas 2 gelas.
 4. Saat ketan sudah panas mengepul, siram siram dengan air mendidih tadi(posisi kukusan tetap berada diatas kompor) sambil diaduk-aduk hingga semua ketan rata terkena air panas.
5. Teruskan mengukus sampai ketan sudah menjadi matang.
6. Jika sudah matang,angkat ketan dan ratakan dalam nampan atau tampah/nampan yang besar dan lebar.
 7. Biarkan hingga benar-benar dingin,semetara menunggu dingin,haluskan raginya.
8. Ratakan selapis pertama ketan dalam wadah ukuran sedang, taburi ragi hingga rata. Taburkan juga gula halus secukupnya,tanpa gula juga tidak apa/tidak harus karena nanti tape juga menjadi manis.
9. Tambahkan selapis kedua ketan diatasnya, taburi ragi lagi dan gula kastor. Lakukan seterusnya ketiga keempat dst hingga bahan habis.
10. Tutup rapat dan diamkan selama 3 hari 2 malam di tempat yang hangat. Sebaiknya siapkan wadah seperti baskom kecil atau sedang, kemudian diberi /dialasi daun pisang didalam wadah baskom tadi baru ketan hitam yang telah diberi ragi diletakan didalam nya.Lalu kemudian tutup dengan rapat seperti membungkus nasi,bisa juga diatasnya ditutup kain. Kira kira 3 hari hari baru boleh dibuka, jangan dibuka sebelum 2 atau 3 hari karena proses permentasi bisa terganggu.Bisa juga kamu cium baunya,apabila sudah kuat aroma tapenya, bisa jadi tape sudah siap untuk dihidangkan walaupun belum 3 hari.
 Sehingga akan menjadi seperti ini
 

Cara Membuat Oncom

Cara Membuat Oncom Oncom adalah sejenis makanan yang di buat dari kacang kedelai yang telah di fermentasi sampai tumbuh jamur kemudian di cetak. Tujuan kami membuat oncom ini adalah untuk memenuhi tugas IPA biologi tentang pemanfaatan bakteri terhadap makanan. Cara membuat oncom adalah sebagai berikut; Bahan:
• 500 gram Kacang kedela
i
• 100 gr Ragi oncom
 
 Cara membuat oncom:
1. Bersihkan kacang kedelai, kemudian giling kasar kacang kedelai tersebut hingga berbentuk bungkil kacang kedelai.
 2. Press / tekan bungkil kacang kedelai tersebut untuk menghilangkan kandungan minyak dalam kacang kedelai.
 3. cetak bungkil kacang kedelai ini menjadi bentuk lempengan bulat
 4. Rendam bungkil kacang kedelai ini kedalam air matang selama kurang lebih 7 jam sampai berubah menjadi serbuk oncom
 5. Simpan serbuk oncom di dalam keranjang bambu supaya airnya meresap ke bawah dan diamkan semalaman 
6. Kukus serbuk oncom tersebut sampai lunak, kemudian cetak menjadi bentuk persegi panjang
 7. Diamkan cetakan oncom tersebut selama 12 jam
 8. Taburi oncom tersebut dengan ragi oncom dan alasi serta tutup potongan oncom tersebut dengan menggunakan karung rapat-rapat.
 9. Tunggu sampai tumbuh jamur di permukaan oncom.
 10. Setelah berjamur, potong-potong oncom sesuai selera dan letakkan diatas anyaman bambu sampai agak kering
 11. Oncom siap dikonsumsi

Gambar hasil
: